Istilah
hukum di dalam peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan.
Akibat putusnya
perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak tetap
berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan
kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusannya; b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua
biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut; c. Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri (Pasal 41 huruf a, b, dan c UU
No. 1/1974).
Alasan-alasan
yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah: a. Salah satu
pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya
yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2
(dua) tahun bertutut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah
atau karena hal lain diluar kemauannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman
penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan terhadap pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat
badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya
sebagai suami/isteri; f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah-tangga (Pasal 39 ayat (2) UU No. 1/1974).
Anak
yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah
(Pasal 42 UU No. 1/1974).
Hak
dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1) UU
No. 1/1974).
Harta
bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan (Pasal 35 ayat (1)
UU No. 1/1974).
Lihat
alasan-alasan
untuk perceraian
dan akibat putusnya perkawinan karena
perceraian.
Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 2
ayat (1) UU No. 1/1974). Disamping itu, tiap-tiap perkawinan harus dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap
perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam
surat-surat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar
pencatatan (Penjelasan atas UU No. 1/1974).
Perkawinan
campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum
yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia (Pasal 57 UU No. 1/1974).
Perkawinan
dilarang antara dua orang yang: a. berhubungan darah dalam garis keturunan
lurus kebawah ataupun keatas; b. berhubungan darah dalam garis keturunan
menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan
antara seorang dengan saudara neneknya; c. berhubungan semenda, yaitu mertua,
anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; d. berhubungan susuan, yaitu orang tua
susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan; e. berhubungan
saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal
seorang suami beristeri lebih dari seorang; f. mempunyai hubungan yang oleh
agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin (Pasal 8 huruf a
sampai dengan huruf f UU No. 1/1974).
Perkawinan ialah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU No. 1/1974). Lihat tujuan perkawinan, dilarang kawin dan yang dapat mencegah perkawinan.
Suami adalah kepala keluarga
dan isteri ibu rumah tangga (Pasal 31 ayat (3) UU No. 1/1974).
Tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu
dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu
dan mencapai kesejahteraan spirituil dan materiil (Penjelasan atas UU No.
1/1974).
Yang dapat
mencegah perkawinan
ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali
nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang
berkepentingan (Pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1974).
Daftar Singkatan Peraturan
Perundang-undangan dan yurisprudensi berdasarkan Abjad:
1.
UU No. 1/1974 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.